Pengelolaan Terumbu Karang dan Masyarakat Pesisir

    Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem penting di kawasan pesisir dan lautan, berbagai biota hidup didalamnya seperti jenis-jenis moluska, krustasea, ekhinodermata, polikhaeta, porifera, dan tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis nekton. Ekositem terumbu karang berfungsi sebagai tempat tinggal berbagai biota laut, penahan gelombang, obyek penelitian, ornamental dan akuarium ikan laut, obyek wisata, dan sumber makanan. Sebaran terumbu karang di Indonesia mencapai 60.000 km2 luasnya, sebagian besar berada di Indonesia bagian tengah, Sulawesi, Bali dan Lombok, Papua, Pulau Jawa, Kepulauan Riau dan pantai Barat serta ujung barat daya Pulau Sumatera (www.goblue.or.id). Sebagian besar terumbu karang dunia (55%) terdapat Indonesia, Pilipina, Australia Utara dan Kepulauan Pasifik, 30% di Lautan Hindia dan Laut Merah, serta 14% di Karibia dan 1% di Atlantik Utara (www.goblue.or.id). Seperti yang kita ketahui Indonesia memiliki keragaman jenis yang beragam dan sebaran terumbu karang yang luas.
    Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang amat penting bagi keberlanjutan sumberdaya yang ada di kawasan pesisir dan lautan. Kerusakan pada terumbu karang dapat menyebabkan penurunan produktifitas ikan, hilangnya mata pencaharian nelayan, degradasi tanah (pasir) pantai, penurunan kegiatan pariwisata, dan hilangnya keseimbangan alam. Selain itu kerusakan terumbu karang akan menyebabkan domino effect pada ekosisem lainnya, yaitu kerusakan yang terjadi terhadap salah satu ekosistem dapat menimbulkan dampak lanjutan bagi ekosistem di sekitarnya maupun ekosistem lain di luar, seperti daratan pesisir dan laut lepas. Contoh pada komunitas karang, kerusakan yang terjadi pada komunitas karang dapat mengakibatkan konversi habitat dasar dari komunitas karang batu yang keras menjadi komunitas yang didominasi biota lunak seperti alga dan/atau karang lunak. Kerusakan terumbu karang dapat disebabkan oleh aktivitas aktivitas manusia seperti kegiatan pariwisata yang tidak ramah lingkungan, lalu lintas kapal dan juga tumpahan minyak kapal. Kerusakan terumbu karang juga dapat terjadi secara alami seperti turunnya permukaan laut, perubahan cuaca ekstrem, penyakit karang dan gelombang perairan yang besar.
    Salah satu manfaat terumbu karang seperti yang dijelaskan sebelumnya adalah sebagai mata pencaharian masyarakat pesisir. Masyarakat mengambil ikan-ikan yang ada pada terumbu karang, terumbu karang dijadikan obyek pariwisata, masyarakat mengambil indukan karang untuk budidaya karang hias, dan terumbu juga dapat dijadikan bahan bangunan. Kegiatan masyarakat ini dapat bersifat ekstraktif maupun non-ekstraktif yang memiliki dampak yang bervariasi terhadap ekosistem terumbu karang, dari yang sifatnya sementara hingga yang bersifat merusak secara permanen.  Sehingga semua kegiatan pemanfaatan terumbu karang yang dilakukan oleh masyarakat sudah seharusnya berbasis ramah lingkungan. Hal ini dikarenakan pentingnya kelestarian terumbu karang demi keberlanjutan sumberdaya pada kawasan pesisir dan lautan. Oleh karenanya kegiatan pemanfaatan terumbu karang seperti penggunaan terumbu untuk bahan bangunan, pengeboman untuk mengambil ikan dan pengambilan ikan karang secara berlebihan sudah dilarang oleh pemerintah maupun LSM/NGO. Pemerintah mengatur kegiatan yang berkaitan dengan perikanan pada Undang-undang Republik Indonesia no.31 tahun 2004 tentang Perikanan. Keberlanjutan sumberdaya pada kawasan pesisir dan laut akan terlaksana jika terdapat pengelolaan yang tepat, selain dengan adanya peraturan perundang-undangan dibutuhkan juga penerapan peraturan tersebut dan sebuah kelembagaan yang sesuai dengan kearifan lokal untuk mengelola sumberdaya tersebut.
    Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah dan Pulau-pulau Kecil menjelaskan pada Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 1 bahwa Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antarsektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kemudian pada Pasal 15 bahwa Rencana Pengelolaan adalah rencana yang memuat susunan kerangka kebijakan, prosedur, dan tanggung jawab dalam rangka pengoordinasian pengambilan keputusan di antara berbagai lembaga/instansi pemerintah mengenai kesepakatan penggunaan sumber daya atau kegiatan pembangunan di zona yang ditetapkan. Pembentukan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) merupakan salah satu bentuk pengelolaan sumberdaya agar terjaga kelestariannya. KKLD adalah salah satu bentuk pencegahan dan penanggulangan hilangnya sumberdaya pesisir laut akibat kegiatan manusia. Suatu kawasan yang ditutup secara permanen dan dilindungi secara hukum dari semua kegiatan ekstraktif manusia terutama penangkapan ikan dengan tujuan pelestarian wilayah pesisir laut.
    Dalam penentuan KKLD, umumnya terdapat empat langkah umum yaitu pra-perencenaan yang termasuk didalamnya kegiatan sosialisasi program ke masyarakat, persiapan dan penilaian kondisi lingkungan; perencanaan yang terdiri atas kegiatan pembentukan kelompok inti, pemilihan lokasi perlindungan, pembentukan aturan, penentuan mekanisme pengelolaan dan pengaturan keuangan; peresmian KKLD melalui persetujuan sebuah aturan masyarakat bersama, perencanaan program dan penganggaran; serta implementasi KKLD.  Pembentukan KKLD ini tidak serta merta akan disetujui oleh masyarakat setempat, terdapat banyak kepentingan yang terkait dengan sumberdaya tersebut. Oleh karenanya, perlu kesesuaian penentuan KKLD dengan kearifan lokal yang ada terutama dalam KKLD terkait ekosistem terumbu karang.Kehidupan masyarakat pesisir bergantung dengan sumberdaya dikawasan pesisir dan laut yaitu terumbu karang salah satunya. Sehingga dibutuhkan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan sumberdaya tersebut dengan bijak dan pengelolaan yang berkelanjutan. Akan tetapi dalam pengelolaan lingkungan sumberdaya alam tidak bisa hanya dipercayakan kepada salah satu instansi saja, perlu dilakukan secara terpadu, selain oleh masyarakat pengguna (Supriharyono, 2007). Pengelolaan sumberdaya terumbu karang yang berbasis pada masyarakat ditujukan agar masyarakat dapat merasakan secara langsung manfaatnya dan tidak terjadi pembelokan kepentingan-kepentingan luar atas nama masyarakat lokal.

Daftar Pustaka

Firdaus, A. D. 2008. Pengembangan Kawasan Konservasi Laut Oleh CII (Conservation International Indonesia) Bidang Kelautan Di Nusa Penida, Bali. Laporan Kerja Lapangan. v + 51h.

Goblue. 2008. Tentang Terumbu Karang. http://www.goblue.or.id/tentang-terumbu-karang [10 februari 2012]

Supriharyono. 2007. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Cetakan ke-2. Djambatan. Jakarta. x +129h.

Yusuf, S. 2008. Himpunan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Kelautan dan Perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. iv + 400h.

Comments

Popular posts from this blog

Pesona Negeri Bahari, Banda Neira

Sebuah Filosofi Tentang Air dan Laut

Pemanfaatan Energi Terbarukan di Pulau-pulau Kecil