Pesona Negeri Bahari, Banda Neira

Kondisi Umum Banda Neira
Banda Neira, salah satu Kecamatan di Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku yang kaya akan pesona bahari. Kepulauan Banda Neira menjadi salah satu tujuan wisata bahari wisatawan domestik bahkan asing. Pesona Banda Neira begitu beragam, dari wisata budaya dan sejarah Indonesia sampai wisata bahari. Tanah Banda ini merupakan salah satu tempat bersejarah bagi bangsa Indonesia, beberapa tokoh bangsa seperti Bung Hatta dan Sutan Sjahrir sempat mengalami pengasingan oleh penjajah di Kecamatan Banda Neira ini dan penduduk lokal pun mengabadikan nama tokoh bangsa tersebut sebagai nama salah satu pulau di Kecamatan Banda Neira ini.

Gambar 1. Pemandangan Pulau Gunung Api

Kecamatan Banda secara geografis terletak diantara 5'43 – 6'31 Lintang Selatan dan 129'44 – 130'04 Bujur Timur yang berbatasan dengan Selat Seram dibagian Utara, Kepulauan Teon Nila Serua dibagian Selatan, Laut Banda dibagian Timur, dan Laut Banda dibagian Barat (Banda dalam angka 2012). Berdasarkan data meteorologi, rata-rata temperatur pada tahun 2012 adalah berkisar 27,30C dengan rata-rata curah hujan berkisar 256,9 mm dan hari hujan rata-rata 18,5 hari (Maluku Tengah dalam angka 2013). Kepulauan Banda umumnya merupakan daerah berbukit dengan dataran rendah yang kelas topografinya 4.536 ha (0,10%) terletak di ketinggian 0 – 100 m dan 600 ha (0,01%) terletak di ketinggian 100 – 500 m, sedangkan sisa luas wilayahnya merupakan lautan (MRA Report Kepulauan Banda 2012).

Kepulauan Banda memiliki 11 pulau yang terdiri dari 7 pulau berpenghuni yaitu Pulau Neira, Pulau Banda Besar, Pulau Ay, Pulau Rhun, Pulau Hatta, Pulau Sjahrir (Pulau Pisang), dan Pulau Gunung Api; dan 4 pulau tidak berpenghuni yaitu Pulau Nailaka, Pulau Manukang, Pulau Batu Kapal, dan Pulau Karaka. Banda Neira merupakan kecamatan yang terdiri dari 18 negeri/desa antara lain di Pulau Neira terdapat 6 desa (Nusantara, Dwiwarna, Merdeka, Kampung Baru, Tanah Rata, dan Rajawali); Pulau Banda Besar terdapat 9 desa (Lonthoir, Waling Spanciby, Selamon, Boiyauw, Combir, Waer, Uring Tutra, Lautang, Dender); Pulau Ay terdapat 1 desa (Ay); Pulau Rhun terdapat 1 desa (Rhun); dan Pulau Hatta terdapat 1 desa (Hatta).

Potensi Wisata Banda Neira
Pulau Neira sebagai gerbang Kepulauan Banda Neira, pusat pemerintahan Kecamatan Banda Neira juga terletak di pulau ini setelah dipindahkan dari Pulau Banda Besar. Aktivitas wisata pun terpusat di Pulau Neira, hal ini diduga disebabkan fasilitas yang ada lebih memadai di Pulau Neira dibandingkan dengan pulau lainnya. Akan tetapi keindahan alam, sejarah dan budaya terdapat disetiap sisi Kepulauan Banda ini. Potensi wisata yang ada terutama potensi wisata bahari menjadi anugerah bagi Kecamatan Banda Neira. Kepulauan yang mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah nelayan ini memiliki kekayaan alam yang luar biasa, kondisi terumbu karang yang masih cukup baik bahkan dibeberapa titik dalam kondisi baik dengan tutupan karangnya.

Berdasarkan kajian cepat (MRA report Kepulauan Banda 2012), kondisi persentase tutupan karang keras hidup di Kepulauan Banda pada kedalaman 3 meter maupun 10 meter masih dalam kondisi baik, namun terdapat beberapa kerusakan dan ancaman terhadap terumbu karang terutama dari penangkapan ikan dengan cara merusak, penggunaan jangkar diatas terumbu karang, sampah dan polusi, serta penambangan batu karang untuk bahan bangunan. Keindahan alam bawah laut Kepulauan Banda seperti lava flow, Pulau Hatta, Pulau Ay, Pulau Karaka, Batu Kapal merupakan potensi yang perlu dikelola dan dijaga.


 
Gambar 2. Keindahan Bawah Laut Kepulauan Banda Neira

Keputusan Menteri Kelautan Perikanan Republik Indonesia No. 58 Tahun 2014 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman Wisata Perairan Laut Banda di Provinsi Maluku tahun 2014 – 2034. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan yang baru ditetapkan pada tanggal 6 oktober 2014 ini menjadi acuan bagi pengembangan dan pengelolaan perairan laut Banda. Selain itu, juga telah dilakukan kajian cepat pada tahun 2012 yang tentunya mendukung dalam pengembangan dan pengelolaan kawasan Banda Neira.

Kecamatan Banda merupakan obyek wisata paling banyak jumlahnya di Kabupaten Maluku Tengah, dikarenakan Kecamatan Banda merupakan daerah yang bersejarah, keindahan alam yang indah dan budaya atau adat istiadat masyarakat setempat yang masih dijaga (Kepmen No. 58 2014). Lokasi Pariwisata yang terdapat di dalam Kawasan Konservasi Perairan Tawan Wisata Perairan Laut Banda berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan Perikanan No. 58 Tahun 2014 antara lain:


Potensi wisata Banda Neira tersebut seharusnya mampu dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat Banda. Pengelolaan kawasan berdasarkan kearifan lokal sangat dibutuhkan, agar terbangun kawasan wisata yang berkelanjutan. Keindahan alam, budaya dan daerah bersejarah menjadi keunggulan Banda Neira. Kelembagaan lokal harus dibangun untuk menciptakan kebersamaan masyarakat, pemerintah dan juga stakeholders terkait dalam pengelolaan kawasan wisata atau potensi wisata yang dimiliki Banda Neira.

 
 Gambar 3. Benteng Belgica

Banda Neira dan Masalahnya
Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh kawasan kepulauan antara lain akses menuju pulau dan sampah. Hal ini pun dialami oleh Kepulauan Banda Neira, yaitu akses yang sulit dan memakan waktu jika menggunakan kapal feri (Pelni). Selain itu, sampah pun menjadi masalah, karena tempat pembuangan sampah yang belum tersedia secara memadai di Kepulauan Banda ini. Adapun akses menuju Kecamatan Banda Neira ini dapat ditempuh dengan jalur udara dengan pesawat perintis dan jalur laut dengan kapal feri (Pelni). Perjalanan dengan menggunakan pesawat akan memakan waktu sekitar 1 jam atau 45 menit, sedangkan dengan kapal feri akan memakan waktu 8 sampai 12 jam. Akan tetapi hal yang menjadi kendala adalah jadwal pesawat yang hanya 2 sampai 3 kali penerbangan dalam 1 minggu, sedangkan kapal feri hanya 1 sampai 2 kali dalam 2 minggu. Hal ini pun menjadi perhatian Pemerintah Pusat dan Daerah, yaitu dengan perencanaan pembangunan bandara baru di Kecamatan Banda ini.
 
 Gambar 4. Landasan Pesawat Perintis di Banda Neira

Pembangunan bandara baru yang saat ini direncanakan pada dua opsi titik yaitu di bukit dan pesisir Pulau Banda Besar. Bandara udara yang saat ini ada diduga tidak layak lagi apabila digunakan untuk pesawat yang lebih besar. Kapasitas untuk landasan bandara pesawat besar membutuhkan setidaknya sepanjang 1200 meter, namun landasan yang ada saat ini adalah berkisar 900 meter. Oleh karena itu, untuk meningkatkan dan membuka akses ke Kepulauan Banda Neira maka dibutuhkan adanya bandara baru. Pembangunan bandara baru juga dapat meningkatkan aktivitas ekonomi masyarakat Banda. Namun pembangunan bandara baru pada titik pesisir memiliki konsekuensi terhadap hilangnya wilayah perairan yang diduga terdapat terumbu karang ataupun hilangnya tanaman pala yang menjadi mata pencaharian beberapa masyarakat pada titik bukit di Pulau Banda Besar. Hal tersebut tentu menjadi pertimbangan Pemerintah dalam perencanaan pembangunan bandara baru di Pulau Banda Besar.

Alternatif lain apabila memang bandara baru belum dapat terealisasikan adalah peningkatan jumlah kapal angkutan penumpang (Pelni), sehingga jadwal kapal ke Banda Neira bertambah. Pada dasarnya kedua solusi tersebut dapat dilakukan, hanya saja, dibutuhkan kesepahaman antar pihak yang berkepentingan untuk sama-sama menyetujui pembangunan bandara baru dan penambahan jumlah kapal. Hal ini pun tentu harus didukung Pemerintah Pusat maupun Daerah, serta swasta, karena akan membutuhkan biaya yang sangat besar. Kajian utama dalam pembangunan bandara baru ataupun penambahan jumlah kapal adalah kajian ekologi, ekonomi, sosial dan tentunya perlu didukung dengan kebijakan atau aturan yang mengikat dari Pemerintah Pusat dan Daerah.

Pengelolaan sampah, menjadi masalah yang juga menarik perhatian berbagai pihak yang terkait selain pembangunan bandara baru di Kepulauan Banda Neira. Banda Neira merupakan kecamatan kepulauan dengan aktivitas ekonomi masyarakat dan wisata yang terus meningkat, sehingga sampah menjadi masalah yang perlu diperhatikan. Hal ini membutuhkan aturan terutama pada tingkat negeri/desa (Peraturan Desa). Pembuatan tempat pembuangan sampah juga diperlukan, memang sulit untuk menentukan lokasi yang disetujui masyarakat sebagai tempat pembuangan sampah. Namun, pemberian insentif pada desa yang menyediakan lokasi pembuangan sampah dapat dipertimbangkan, selain itu, pengelohan sampah dengan metode daur ulang juga dapat menjadi solusi ramah lingkungan.

 Gambar 5. Sampah di Perairan Banda Neira

Masalah lain yang dihapai Kepulauan Banda Neira adalah Banda Neira termasuk kepulauan yang rawan bencana. Gunung Api yang diduga masih aktif dan tsunami, menjadi kekhawatiran ditengah masyarakat. Hal ini perlu menjadi perhatian khusus, Pemerintah Pusat maupun Daerah harus aktif dan tanggap terhadap permasalahan ini. Pembentukan kelompok penanggulangan bencana dan penyuluhan bencana/evakuasi bencana, serta langkah-langkah evakuasi/tanggap darurat, perlu dibentuk dan disosialisasikan kepada masyarakat. 

Intisari
Banda Neira, Kepulauan yang penuh pesona alam dan masyarakatnya, keindahan yang tidak terlupakan walau terpisah lautan dan waktu. Pesona yang harus dijaga untuk generasi selanjutnya. Banda Neira, situs warisan dunia. Peningkatan fasilitas wisata, sarana dan prasarana transportasi sangat dibutuhkan oleh kecamatan ini. Sarana dan prasarana transportasi yang baik akan meningkatkan aktivitas ekonomi, sehingga akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Banda Neira. Terimakasih Banda Neira, semoga pesonamu tetap lestari.







Oleh:
Adil Mahfudz Firdaus

Comments

Popular posts from this blog

Sebuah Filosofi Tentang Air dan Laut