Tanggap Atasi Abrasi Kawasan Pesisir

Oleh
Adil Mahfudz Firdaus

Abrasi Melanda Kawasan Indonesia
Abrasi kawasan pesisir pantai sudah menjadi permasalahan menahun beberapa daerah di Indonesia, beberapa pulau pun dinyatakan hilang karena abrasi. Hal tersebut harus menjadi perhatian khusus, mengingat Indonesia merupakan Negara Kepulauan sesuai amanah Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 mengenai perairan Indonesia yang telah diakui secara politik dan hukum. Menurut BNPB (2011), abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipicu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut sebagai penyebab utama abrasi. Beberapa daerah di Indonesia yang mengalami abrasi antara lain kawasan pesisir Sidoarjo, Pantai Utara (Pantura) Subang, Pulau Tikus (Bengkulu), Demak, Merauke, Pantai Tangerang Banten, Indramayu, dan Pantai Legok Jawa Ciamis, serta daerah-daerah lain di Indonesia.

Penyebab Terjadinya Abrasi
Penyebab terjadinya abrasi memang berbeda-beda pada setiap daerah, ada yang diakibatkan penambangan pasir, kerusakan hutan mangrove, ataupun karena terjangan ombak yang besar. Kasus abrasi di Pantai Utara Cirebon sebagai contohnya, abrasi terjadi dikarenakan kerusakan hutan mangrove dan diperkirakan luas hutan mangrove di Kabupaten Cirebon saat ini berkisar 5.4 kilometer (km) dari 54 km garis pantai dan hanya berkisar 10% kawasan mangrove dalam kondisi baik.
“Pantai utara Jawa Tengah terus digerus abrasi. Hingga saat ini luas areal yang hilang dari Brebes hingga Rembang mencapai lebih 4.000 hektare (ha). Rata-rata daratan yang terseret arus laut 5-30 meter per tahun. Abrasi itu mengakibatkan rusak dan hilangnya hutan bakau (mangrove), perkebunan rakyat, areal pertambakan, dan permukiman penduduk yang berada di bibir pantai. Penelusuran Media Indonesia di pantura hingga kemarin menunjukkan abrasi terparah terjadi di Kabupaten Jepara, dengan daratan yang hilang dan rusak mencapai 1.125 ha. Kemudian diikuti Brebes 818 ha, Pemalang 445 ha, dan Tegal mencapai 300 ha. (World Wildlife Fund – WWF Indonesia 2010)”

Proses pengkikisan pantai ini perlu ditanggai secara serius oleh elemen-elemen terkait di masyarakat, swasta, maupun Pemerintah. Tanpa kesinergian dari pihak-pihak terkait maka pemberian solusi ataupun program terhadap permasalahan abrasi ini belum tentu akan terselesaikan.

Solusi Mengatasi Abrasi
Pencegahan terjadinya abrasi dapat dilakukan dengan cara menjaga dan memelihara kondisi hutan mangrove ataupun ekosistem terumbu karang yang masih dalam keadaan baik, penanaman kembali tanaman mangrove dan perbaikan kondisi ekosistem terumbu karang (contoh: transplantasi karang) pada kawasan hutan mangrove dan ekosistem terumbu karang yang telah rusak, dan membangun pemecah gelombang (breakwater). Pencegahan tersebut didasarkan pada fungsi ekosistem mangrove maupun terumbu karang. Salah satu fungsi ekosistem mangrove dan terumbu karang adalah sebagai pemecah gelombang alami, pada dasarnya alam telah membentuk penghalang alami terhadap gelombang air laut yang masuk ke kawasan pesisir atau pantai.
Bangunan pemecah gelombang memang perlu dibangun pada kawasan atau daerah yang memiliki kondisi buruk. Solusi ini merupaka solusi alternatif, karena membutuhkan kajian lebih lanjut terhadap pembangunan pemecah gelombang tersebut. Pemecah gelombang akan merubah kondisi lingkungan, seperti mengubah arah datang pergi gelombang, sehingga abrasi bukan terhenti namun berpindah ke daerah lain pada kawasan tersebut. Investasi bangunan pemecah gelombang yang tidak murah ini, tentu membutuhkan dorongan dan peran aktif Pemerintah.

Pengelolaan Pesisir dan Laut
Kawasan pesisir dan laut merupakan kawasan terbuka untuk masyarakat umum (open access), maka diperlukan tata kelola yang optimal dan aturan yang jelas. Kondisi open access dapat terjadi karena kawasan yang dikelola sangat luas, kegagalan mengakui dan mengakomodir hak-hak ulayat terhadap sumberdaya alam dan lingkungan, keterbatasan anggaran dan kemampuan teknis serta administrasi, tekanan yang kuat dari penduduk karena populasi yang terus meningkat, dan kegagalan menyediakan alternatif pekerjaan bagi masyarakat desa sebagai alternatif sumber  pendapatan. Hal-hal tersebut terjadi pada kawasan pesisir di Indonesia, penambangan pasir liar, perusakan hutan mangrove, dan perusakan terumbu karang, yang kemudian menyebabkan terjadinya abrasi.
Permasalahan juga terjadi karena dinamika masyarakat, ketika jumlah manusia sedikit sementara jumlah sumberdaya melimpah, maka tidak perlu adanya kepemilikan dan aturan main yang mengatur kepemilikan; namun seiring dengan meningkatnya populasi manusia dan kebutuhan ekonomi maka perusakan sumberdaya dan lingkungan pun akan terjadi. Suatu sistem tata kelola yang komprehensif disajikan pada Gambar 1.
  
                                                 Sumber : Charles (2001)
Gambar 1. Fisheries System

Menurut Charles (2001), terdapat tiga subsistem dalam sistem perikanan terkait dengan pengelolaan sumberdaya perikanan, yaitu natural sub-system, human sub-system, dan management sub-system. Natural sub-system memiliki komponen seperti jenis ikan; ekosistem; dan biofisik lingkungan. Adapun Human sub-system terdiri dari komponen nelayan; komsumen dan hasil tangkapan; penangkapan ikan untuk keperluan rumah tangga dan masyarakat; sosial, ekonomi, dan budaya lingkungan. Management sub-system terdiri atas komponen-komponen yaitu kebijakan dan perencanaan perikanan; manajemen perikanan; pembangunan perikanan; dan penelitian perikanan. Selain interaksi yang terjadi didalam subsistem (antar sub-subsistem) dan antar subsistem, terdapat juga external forces (pengaruh yang berasal dari luar suistem) pada setiap subsistem.
Sistem pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut dengan mengadopsi sistem perikanan (fisheries system) Charles (2001) dapat menjadi dasar pengembangan sistem pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang komprehensif dan terpadu, sehingga pengembangan wilayah pesisir dan laut menjadi optimal dan lestari, serta berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Permasalahan abrasi pesisir pun dapat diatasi secara tata kelola kawasan pesisir dan laut yang tepat.

Daftar Pustaka
Charles AT. 2001. Sustainable Fishery Systems. Blackwell Science Ltd. Canada.

[WWF] World Wildlife Fund Indonesia . 2010. Abrasi Pantura Jawa Tengah Capai 4.000 Ha [Internet]. Tersedia pada: http://www.wwf.or.id/?19320/Abrasi-Pantura-Jawa-Tengah-Capai-4000-Ha














Comments

Popular posts from this blog

Pesona Negeri Bahari, Banda Neira

Sebuah Filosofi Tentang Air dan Laut

Pemanfaatan Energi Terbarukan di Pulau-pulau Kecil